Kamis, 18 Agustus 2011

Mesjid syuhada' Sariak ( Salah satu mesjid tuo di Sumbar )

Sejarah berdiri mesjid sariak

          
         Berasal dari daerah Pagaruyung Batusangkar. Meraka datang dengan tujuan untuk memperluas wilayah Pagaruyung. Orang Pagaruyung tersebut berjalan ke barat bersama dengan niniak mamak Datuak Tumangguang dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Sekelompok masyarakat tersebut sampai kira-kira di Lereng Gunung Merapi. Hasil penglihatan tersebut menurut pendapat mereka ada sumber kehidupan di daerah itu. Maka mereka menelusurinya, sampailah disebuah tempat dimana mereka menemui serumpun Batang Sariak. Batang sariak tersebut memiliki “miang” kalau kita menyentuhnya kita akan gatal-gatal. Dalam membersihkan batang sariak itu kelompok masyarakat tersebut mengalami kegatal-gatalan sehingga mereka pergi kesebuah kolam yang telah mereka temui sebelumnya untuk membersihkan badan yang kena miang tersebut, yang sampai sekarang kolam itu msih ada yang di kenal dengan Tabek Sariak.


 Setelah selesai mandi, sekelompok masyarakat tersebut mengadakan rapat dan dihasilkan  kesepakatan bahwa daerah yang mereka temui itu diberi nama dengan SARIAK ,Pada abad ke-15

Masyarakat Sariak membangun sebuak Mesjid yang megah bertingkat dua dengan cara bergotong royong. Mesjid berdiri dengan megah di tepi mata air yang bersih yaitu Tabek Sariak. Kira-kira pada tahun 1800  (Sumber Profil Nagari Sariak Th 2002)

Menurut keterangan dari salah seorang Niniak mamak dari suku Sikumbang ( Ono.E Dt Palindih ) , Inyiak Pasialah yang mulai membangun masjid Sarik dengan sepersetujuan Ajo Dt. Palindih. Persetujuan itu menjadi penting karena bangunan masjid didirikan diatas tanah wakaf pemberian keluarga Dt. Palindih. Inyiak Pasia (yang juga dipanggil Buya Angku Pasia) dulunya adalah guru sekolah agama sebuah pesantren di Kecamatan IV Angkat Candung (Tarbiyah Pasir). Kapan persisnya masjid ini dibangun, tidak ada yang  ingat. Tetapi yang jelas, ketika gunung Krakatau meletus di tahun 1883, masjid ini telah lama ada.  

 Informasi mengenai Masjid Sarik ini bisa kita temui di buku “Masdjid dan Makam Doenia Islam”, cetakan Balai Poestaka–Weltevreden tahun 1926 yang memuat foto serta komentar singkat sebagai berikut:   “Inilah seboeah lagi masdjid jang didirikan menoeroet matjam baroe. Masdjid Sarik ini boekan boeatannja sadja jang bagoes, tetapi letaknja djoega, disisimata air jang besar, di lereng goenoeng Merapi, berpemandangan bagoes ke kaki goenoeng Singgalang dan ke Fort de Kock. Menaranja jang tjantik itoe soedah roboh tatkala gempa boemi jang terdjadi dengan takdir Toehan di Soematera Barat”.

  Informasi tambahan tentang masjid Sarik dapat pula kita temui di website rizalbustami.blogspot.com yang menuliskan sebagai berikut:   Didirikan pertama kali tahun 1800-an. Semula bangunannya terbuat dari kayu kemudian diganti dengan tembok. Meski masjid ini berlantai dua, namun tidak menggunakan kerangka besi. Bahan perekatnya bukan pula semen, melainkan dari kapur sirih yang dicampur dengan pasir.   Seperempat abad setelah berdirinya masjid, tahun 1926 gempa bumi vulkanik dengan kekuatan 6,5 SR, yang terkenal dengan gempa Padang Panjang, menggoncangkan seluruh bangunan di sekitar Gunung Merapi. Ajaibnya, bangunan masjid tersebut tidak mengalami apa – apa, kecuali menara masjid yang mirip dengan menara masjid Kudus roboh separohnya. Pada sisa bangunan menara, dibangun saja kuncup atap seperti sebelumnya. Sehingga tinggi menara tidak lagi setinggi pertama sekali dibuat. Kubah baru tanpa menggunakan pipa besi untuk penyangganya. Untuk perekat tembok masih menggunakan kapur sirih. Masjid lama berarsitektur asli dengan bentuk atap punden berundak.  

Inyiak Pasia, sang pendiri masjid Sariak telah lama tiada. Demikian pula Ajo Dt. Palindih yang tongkat penghulunya digantikan oleh sepupunya, Latief (Dt. Palindih). Ketika gelar Dt. Palindih dipegang oleh Johan (anak Sawiyah, cucu Tuo Upik yang kini juga telah almarhum) di tahun 70 an, beliau mendirikan sebuah surau bergonjong disamping bangunan masjid yang utama. Belum lama ini telah berdiri pula gedung sekolah MDA (diniyah) disamping masjid Sarik.   Masjid Sarik sebagai salah satu masjid tertua di kabupaten Agam di jaman penjajahan cukup sering disebut dalam tulisan dan dokumentasi. Buku Tourism in the Netherlands Indies terbitan Batavia tahun 1938 memuat dua foto masjid tua di Sumatera Tengah yang salah satunya adalah Masjid Syuhada' Sariak. ( Keterangan ini kami ambil dari tulisan Aswil Nazir di FB Urang Sariak )

INILAH GAMBAR (POTO) MESJID SYUHADA' SARIAK YANG BERHASIL KAMI DAPATKAN

                      BENTUK ASLI DARI AWAL PEMBANGUNAN TAHUN 1800. M


                    KEMUDIAN BEROBAH MODEL BANGUNAN DIPERKIRAKAN PADA TAHUN 1915.M


KITA TIDAK TAHU APA MOTIFASI DARI ORANG TUA DAHULU MEROBAH BANGUNAN MESJID SYUHADA' INI LAIN DARI BENTUK ASLI BANGUNAN TERDAHULU.

SETELAH TERJADINYA GEMPA PADA TAHUN 1926  
BANGUNAN MESJID INI BEROBAH LAGI ..INI YANG SANGAT DISAYANGKAN 
PADAHAL NILAI SEJARAH YANG TERKANDUNG DARI BANGUNAN AWAL ITU
LUAR BIASA TINGGINYA 



PADA TAHUN 2007 SUMATERA BARAT KEMBALI DIGONCANG OLEH GEMPA 
YANG DAHSYAT MESJID SYUHADA' INI  KEMBALI TERKENA IMBASNYA 
MAKA DIADAKAN KEMBALI REHAB MESJID 
INILAH BENTUK AKHIR DARI BANGUNANNYA



DAN DI  LOKASI MESJID SYUHADA' INI SUDAH SANGAT TEPAT 
DIJADIKAN SEBAGAI WISATA RELIGI  
LIHAT SAJA GAMBAR BERIKUT INI 


NAGARI SARIAK,,KECAMATAN SUNGAI PUA KABUPATEN AGAM SUMBAR
By  Imam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar